Konsolidasi lahan
menurut Perarturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 adalah
kebijaksanaan Pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah, sesuai dengan tata ruang wilayah. Dari
pengertian diatas, dapat dipahami bahwa titik utama dari konsolidasi lahan
adalah pada penataan kembali dan tata ruang wilayah. Dengan konsolidasi lahan
diharapkan dilakukan penataan kembali dari penggunaan lahan yang ada sehingga
dapat sesuai dengan tata ruang yang ada. Dari sini muncul kesulitan dari
konsolidasi lahan itu sendiri, dimana kegiatan menata kembali penggunaan lahan
yang sudah ada tentu tidak mudah, karena tentu akan muncul konflik dengan
penggunaan yang sudah ada.
Salah satu tujuan
dari pelaksanaan konsolidasi lahan adalah untuk meningkatkan kebermanfaatan
lahan yang sudah ada. Tujuan ini menyebabkan konsolidasi lahan juga sering
dilakukan pada lahan kosong, dengan harapan dengan sudah tertatanya lahan
kosong tersebut ketika berubah menjadi lahan terbangun akan memilki nilai yang
lebih baik dan merata. Badan Pangan Dunia (FAO) sendiri juga menyatakan bahwa konsolidasi
lahan merupakan salah satu titik pembuka dalam perkembangan daerah pedesaan,
sehingga menjadi instrumen yang penting dalam perencanaan.
Contoh kasus konsolidasi lahan yang
dapat dilakukan adalah pada lahan disekitar Terminal Baru Wonosari, dimana
mayoritas penggunaan lahannya masih berupa sawah. Dengan adanya pusat ekonomi
baru pada lokasi tersebut, yaitu terminal, menyebabkan potensi wilayah tersebut
untuk terjadinya konversi lahan cukup besar. Pada kondisi ini, kegiatan
konsolidasi lahan sangat diperlukan, dimana tujuannya untuk mengoptimalkan
penggunaan lahan sekitar terminal tersebut sehingga memiliki nilai yang lebih
baik dan tetap mengikuti rencana tata ruang yang ada.
Gambar diatas merupakan gambaran
kondisi yang ada disekitar terminal Baru Wonosari. Terlihat bahwa mayoritas
penggunaan lahan yang ada masih berupa persawahan. Hal menarik lainnya adalah
adanya jalan ring road timur Wonosari yang sebelumnya juga digunakan untuk
merangsang perkembangan kota yang merata. Dengan keberadaan kedua aspek ini
mendorong untuk semakin besarnya potensi konversi lahan menjadi lahan
permukiman atau terbangun. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah jarak
dengan lokasi Kota Wonosari (secara fisik) yang relatif dekat menyebabkan
potensi ini semakin besar.
Kondisi yang telah dipaparkan diatas
menunjukkan bahwa besar potensi area yang ada di ddalam ring road untuk terjadi
konversi lahan. Oleh karena itu, perlu adanya konsolidasi lahan untuk
mengarahkan proses konversi yang mungkin terjadi untuk menghasilkan pemanfaatan
lahan yang lebih baik. Salah satu langkah konsolidasi lahan yang dapat dan
sering dilakukan adalah dengan pembuatan jaringan jalan yang baru. Dengan
kondisi lahan terbangun yang masih minim pada area target konsolidasi
menyebabkan tingkat kesulitan pelaksanaan menurun, termasuk dalam biaya
pelaksanaan, dimana kondisi lahan yang belum terlalu tinggi nilai ekonominya.
Pembuatan jaringan jalan yang dapat dilakukan adalah dengan membuat jalan-jalan
baru yang menyambungkan jalan-jalan dari kota ke arah jalan ring road.
Pembuatan jalan ini dilakukan baik secara melintang (barat-timur) ataupun ke
arah utara dan selatan. Hasil akhirnya adalah berupa jaringan jalan yang
membagi area kajian menjadi blok-blok.
Proses konsolidasi lain yang dapat
dilakukan adalah dengan pembuatan rencana tata ruang. Pembuatan ini dapat
dengan memodifikasi tata ruang bila sudah ada, atau memasukkan area tersebut ke
dalam pertimbangan pembuatan tata ruang jika tata ruang belum disusun. Dengan
memasukkan area tersebut kedalam perencanaan tata ruang, maka dalam pelaksanaan
konsolidasi lahan selanjutnya akan memiliki dasar yang lebih kuat, karena
didukung dengan tata ruang yang disusun.
Proses konsolidasi lahan tentu tidak
dapat terlepas dari konflik berbagai pihak, baik dari pemerintah daerah sebagai
pelaksana, dan warga setempat yang memiliki sebagian lahan yang ada. Oleh
karena itu, proses sosialisasi dan edukasi akan diperlukan ketika konsolidasi
lahan dilakukan. Disinilah peran akademisi akan dapat berkontribusi dalam pelaksanaan
konsolidasi lahan.
Referensi :
Kepala Badan Pertanahan
Nasional. 1991. Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Tentang Konsolidasi Lahan
Premonowati, Widhyasih. 2006. Konsolidasi Lahan Perkotaan Secara Swadaya
untuk Perumahan di Kota Tegal. Tesis. Semarang : Universitas Diponegoro
http://www.fao.org/docrep/006/y4954e/y4954e06.htm
diakses oleh Ridwan Nurzeha pada tanggal 19 Juni 2014
No comments:
Post a Comment