Latar Belakang
Penduduk merupakan salah satu obyek yang sering dipetakan. Banyak hal yang dapat dipetakan dari penduduk, seperti distribusi jumlah penduduk, jenis kelamin, suku dan ras, dan berbagai macam informasi lainnya. Salah satunya adalah kepadatan penduduk.
Kepadatan penduduk merupakan gambaran jumlah penduduk dalam satu satuan luas. Umumnya, pemetaan kepadatan penduduk hanya dengan menghitung jumlah penduduk dibagi dengan luas wilayah. Luas wilayah biasanya menggunakan satuan administrasi. Metode seperti ini memiliki kelemahan, dimana area yang seharusnya bukan area permukiman ikut menjadi pembagi dalam perhitungan jumlah penduduk. Akibat yang dapat muncul salah satunya adalah tidak terpetakannya permukiman yang seharusnya padat penduduk karena adanya area non-permukiman lainnya dalam wilayah administrasi tersebut.
Metode yang dapat mengatasi
permasalahan tersebut adalah dengan memetakan area permukiman terlebih dahulu.
Dengan memetakan area permukiman terlebih dahulu, maka akan dapat dihasilkan
luasan pembagi yang lebih akurat untuk menghasilkan peta kepadatan penduduk.
Metode identifikasi permukiman biasanya menggunakan interpretasi visual. Hanya
saja, metode ini membutuhkan waktu yang relatif lama terutama untuk wilayah
yang luas. Solusi yang ditawarkan adalah dengan klasifikasi berbasis obyek.
Model klasifikasi ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi permukiman secara
otomatis, sehingga dapat mempersingkat waktu yang dibutuhkan.
Tujuan
Membuat peta kepadatan penduduk berdasar pada luasan area permukiman per satuan administrasi
Metode
Alat dan Bahan
- Citra ASTER daerah Yogyakarta perekaman 2004
- Data potensi desa (podes) untuk diambil jumlah penduduk per desa
- Perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk mengolah data, podes, dan layouting.
- Perangkat lunak pengolah citra untuk menghasilkan peta permukiman dan non permukiman.
- Perangkat lunak spreadsheet untuk mengolah data podes.
Langkah Kerja
- Klasifikasi permukiman dan permukiman
- Klasifikasi menggunakan perangkat lunak pengolah citra. Klasifikasi berbasis obyek yang digunakan menggunakan algoritma multiresolution segmentation pada tahap segmentasi, dan nearest neighbor pada tahap klasifikasi. Hasil klasifikasi adalah peta permukiman dan non permukiman, dimana permukiman dibagi menjadi 3 kepadatan bangunan.
- Penghitungan jumlah rumah per administrasi
- Proses yang dilakukan sebelumnya menghasilkan peta permukiman dengan tiga kepadatan bangunan yang berbeda. Kepadatan ini disusun dengan asumsi tiap kepadatan memiliki ukuran rumah rata-rata yang berbeda, sehingga dimungkinkan memiliki jumlah penduduk yang berbeda pada tiap blok permukiman. Dengan asumsi Kelas 3 = 0,04 rumah /m2, Kelas 2 = 0,02 rumah /m2, dan Kelas 1 = 0,0125 rumah /m2 kemudian dihitung jumlah rumah per administrasi.
- Perhitungan jumlah penduduk rata-rata per rumah
- Perhitungan ini dapat dilakukan dengan cara menjumlahkan jumlah rumah per administrasi, kemudian digunakan untuk membagi jumlah penduduk per administrasi. Perhitungan ini nantinya digunakan untuk melihat distribusi penduduk dalam satu administrasi, dimana dalam satu administrasi memiliki blok permukiman dengan jumlah rumah yang berbeda-beda pula.
- Pembuatan data jumlah penduduk per blok dalam satuan administrasi
- Data jumlah penduduk per blok dihitung dengan mengkalikan angka rata-rata penduduk per rumah dengan jumlah rumah per blok hasil dari asumsi di awal.
- Pembuatan peta kepadatan penduduk
- Kepadatan penduduk dihitung dengan membagi jumlah penduduk per blok hasil proses sebelumnya dengan luas per blok. Hasil kepadatan penduduk kemudian dilakukan layouting untuk menghasilkan peta kepadatan penduduk
Hasil dan Pembahasan
Peta kepadatan penduduk merupakan salah satu data yang sering digunakan, terutama untuk tema-tema penelitian sosio-kultural. Oleh karena itu, diperlukan peta kepadatan penduduk yang baik yang dapat merepresentasikan kondisi sebenarnya di lapangan. Hanya saja, biasanya peta kepadatan penduduk dihasilkan hanya dengan membagi jumlah penduduk dengan luas satuan administrasi, tanpa melihat distribusi permukimannya. Hasilnya adalah distribusi penduduk yang tidak tergambar dari hasil pemetaan.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa dengan mempertimbangkan sebaran permukiman, dapat dihasilkan peta kepadatan penduduk yang lebih memperlihatkan kondisi aslinya. Tidak lagi muncul permasalahan dimana wilayah non-permukiman digunakan sebagai pembagi juga dalam perhitungan kepadatan penduduk.
Kelemahan yang muncul dalam penelitian ini yang pertama adalah pada asumsi jumlah rumah per blok permukiman. Diperlukan perhitungan yang lebih akurat untuk menghasilkan data jumlah rumah yang lebih sesuai dengan kondisi aslinya. Kelemahan lain adalah pada identifikasi kepadatan bangunan. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut dari metode yang digunakan sehingga mampu menghasilkan peta kepadatan bangunan yang lebih baik.
Representasi data kepadatan penduduk pada peta kepadatan penduduk menggunakan gradasi warna, yaitu unsur nilai. Alasannya adalah kepadatan adalah termasuk data ordinal, sehingga penggunaan unsur nilai dinilai cocok. Pemilihan warna gradasi cokelat kemerahan karena umumnya permukiman digambarkan dalam warna tersebut, sehingga dianggap pemakaian warna tersebut dapat mempermudah pembaca peta dalam memahami isi peta.
Informasi lain yang dimasukkan dalam peta adalah administrasi dan jalan. Administrasi dimasukkan karena sebenarnya kepadatan penduduk dihitung per administrasi, sehingga perlu dimasukkan dalam peta. Untuk informasi jalan dimasukkan untuk mempermudah pengguna peta dalam mengetahui lokasi pada peta, termasuk didalamnya untuk orientasi. Untuk informasi tepi peta sama dengan peta umumnya, yaitu legenda, judul, arah mata angin, skala, dll.
Kesimpulan
- Peta kepadatan penduduk dengan mempertimbangkan distribusi permukiman menghasilkan informasi yang lebih dalam dibandingkan metode konvensional;
- Layouting dan simbologi penting untuk memberikan persepsi yang benar bagi pengguna peta.
Peta Kepadatan Penduduk Hasil Metode |
No comments:
Post a Comment