Han (2006) menyatakan bahwa data mining merupakan proses ekstraksi pengetahuan dari jumlah data yang besar. Data mining mulai banyak diminati di banyak bidang, baik dari ekonomi hingga kedokteran, termasuk didalamnya adalah ilmu geografi. Data mining mulai diminati karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna dari data yang banyak, dimana sekarang keberadaan data sangatlah banyak. dengan perkembangan teknologi basis data yang semakin modern, ditambah dengan jumlah data yang tersedia juga semakin banyak, maka proses data mining semakin diminati. Fenomena ini juga muncul dalam bidang geografi, termasuk dalam RS, SIG, dan GPS. Data spasial yang tersedia mulai banyak, yang didorong oleh kemudahan dalam menghasilkan data spasial pada saat ini. Keberadaan data spasial dalam jumlah banyak tentu menghasilkan beberapa masalah, seperti kesulitan dalam melakukan analisis terhadap data tersebut.
Tuesday, July 1, 2014
Sunday, June 29, 2014
Pengertian Spatial Data Mining
Menurut Jiawei Han dan Micheline Kamber (2001) spatial data Mining adalah ekstraksi pengetahuan, hubungan spasial, atau pola menarik lainnya yang tidak tersimpan secara eksplisit dalam basis data spasial. Penggabungan data mining dengan teknologi basis data spasial dapat digunakan untuk memahami data spasial, menemukan hubungan spasial dan hubungan antara data spasial dan non-spasial, menyusun basis pengetahuan spasial, re-organisir basis data spasial, dan optimalisasi query spasial.
Friday, June 27, 2014
Metode Alternatif Pemetaan Kepadatan Penduduk
Latar Belakang
Penduduk merupakan salah satu obyek yang sering dipetakan. Banyak hal yang dapat dipetakan dari penduduk, seperti distribusi jumlah penduduk, jenis kelamin, suku dan ras, dan berbagai macam informasi lainnya. Salah satunya adalah kepadatan penduduk.
Kepadatan penduduk merupakan gambaran jumlah penduduk dalam satu satuan luas. Umumnya, pemetaan kepadatan penduduk hanya dengan menghitung jumlah penduduk dibagi dengan luas wilayah. Luas wilayah biasanya menggunakan satuan administrasi. Metode seperti ini memiliki kelemahan, dimana area yang seharusnya bukan area permukiman ikut menjadi pembagi dalam perhitungan jumlah penduduk. Akibat yang dapat muncul salah satunya adalah tidak terpetakannya permukiman yang seharusnya padat penduduk karena adanya area non-permukiman lainnya dalam wilayah administrasi tersebut.
Metode yang dapat mengatasi
permasalahan tersebut adalah dengan memetakan area permukiman terlebih dahulu.
Dengan memetakan area permukiman terlebih dahulu, maka akan dapat dihasilkan
luasan pembagi yang lebih akurat untuk menghasilkan peta kepadatan penduduk.
Metode identifikasi permukiman biasanya menggunakan interpretasi visual. Hanya
saja, metode ini membutuhkan waktu yang relatif lama terutama untuk wilayah
yang luas. Solusi yang ditawarkan adalah dengan klasifikasi berbasis obyek.
Model klasifikasi ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi permukiman secara
otomatis, sehingga dapat mempersingkat waktu yang dibutuhkan.
Sunday, June 22, 2014
Konsolidasi Lahan - Studi Kasus Terminal Baru Wonosari, Gunungkidul
Konsolidasi lahan
menurut Perarturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 adalah
kebijaksanaan Pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah, sesuai dengan tata ruang wilayah. Dari
pengertian diatas, dapat dipahami bahwa titik utama dari konsolidasi lahan
adalah pada penataan kembali dan tata ruang wilayah. Dengan konsolidasi lahan
diharapkan dilakukan penataan kembali dari penggunaan lahan yang ada sehingga
dapat sesuai dengan tata ruang yang ada. Dari sini muncul kesulitan dari
konsolidasi lahan itu sendiri, dimana kegiatan menata kembali penggunaan lahan
yang sudah ada tentu tidak mudah, karena tentu akan muncul konflik dengan
penggunaan yang sudah ada.
Subscribe to:
Posts (Atom)